Tuesday, March 23, 2010

Penerapan Knowledge Management di Organisasi

Pendahuluan
Era globalisasi yang ditunjang oleh inovasi juga ditandai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat . Menyadari akan persaingan yang semakin berat,
maka diperlukan perubahan paradigma di organisasi. Istilah paradigma berasal dari Yunani
artinya memperagakan atau mendemontrasikan, istilah tersebut dipopulerkan oleh Thomas
Khun dalam bukunya berjudul The structure of scientific revolutions. Dalam buku tersebut
Khun mendifinisikan sebuah paradigma ilmiah sebagai : 1). Apa yang diamati dengan cermat, 2).
Jenis pertanyaan yang akan diajukan dan jelajah untuk mencari jawaban dalam kaitannya
dengan subyek, 3). Bagaimana pertanyaan tersebut akan distruktur, dan 4). Bagaimana hasil
kajian ilmiah akan ditafsirkan. Jadi dalam sains biasa, paradigma merupakan himpunan
eksperimen contoh yang mungkin akan digandakan atau diulang. Perubahan paradigma itu
merupakan transformasi yang ditimbulkan oleh agen perubahan (katalis) dengan efek akhir
berupa metamorfosa yang melibatkan pengetahuan sebelumnya dan temuan baru yang
menentang atau membuang pengetahuan sebelumnya. Maka perubahan paradigma dianggap
sebagai sebuah perubahan dari satu cara berpikir ke cara berpikir lainnya. Jadi perubahan
paradigma di organisasi adalah dari yang semula mengandalkan pada resource-based, menjadi
knowledge-based, secara sederhana di organisasi saat ini adalah kumpulan buku, dokumen dan
materi lainnya yang ditata untuk digunakan oleh pemakai. Paradigma lama dengan kerangka
berpikir bagaimana mengumpulkan materi sebanyak-banyaknya serta sedapat mungkin tidak
boleh meninggalkan perpustakaan alias tidak dipinjamkan, misalnya. Jadi perlu transformasi
yang didorong oleh agen perubahan yang mampu merubah pengetahuan yang sebelumnya
dengan temuan baru yang berlawanan dengan pengetahuan sebelumnya. Misalnya saat ini
terjadi perubahan paradigma menjadi knowledge provider atau solution provider yang
berorientasi pada pemakai. Bila sebelumnya pengolahan materi menjadi kerangka pikir utama,
maka kinilah pemakailah yang menjadi sasaran, misalnya. Paradigma ini muncul karena
tuntutan pemakai di satu sisi serta kesadaran bahwa data, informasi dan pengetahuan diolah
harus ditujukan kepada pemakai serta munculnya teknologi informasi dan komunikasi (TIK)
yang semakin pesat, serta perubahan perilaku pemakai.? yang bertumpu pada analisis bidang
ilmu pengetahuan tertentu, misalnya pohon industri, kemasan informasi, metadatabase, data
mining, data warehouse, dan sebagainya. Disinilah peran pendidikan dan knowledge sharing di
kalangan karyawan menjadi amat penting dalam meningkatkan kemampuan manusia untuk
berpikir secara logika yang akan menghasilkan suatu bentuk inovasi. Jadi, inovasi merupakan
suatu proses dari ide melalui penelitian dan pengembangan sehingga akan menghasilkan
prototype yang bisa dikomersialkan.
Menurut Carl Davidson dan Philip Voss (2003), mereka mengatakan bahwa mengelola
knowledge sebenarnya merupakan cara bagaimana organisasi mengelola karyawan mereka,
identifikasi pengetahuan yang dimiliki karyawan, menyimpan dan membagi di tim,
meningkatkan dan terjadi inovasi. Sebenarnya menurut mereka bahwa knowledge management
adalah bagaimana orang-orang dari berbagai tempat yang berbeda mulai saling bicara, yang
sekarang populer dengan label learning organization.
Untuk membangun organisasi yang berbasis knowledge, maka memerlukan empat fungsi
yaitu : using knowledge, finding knowledge, creating knowledge, dan packaging knowledge
yang akan membentuk suatu knowledge untuk menjawab pertanyaan mengenai know-how,
know-what, dan know-why, serta menumbuhkan kreatifitas yang ditumbuhkan oleh dirinya
sendiri (self-motivated creativity), tacit pribadi (personal tacit), tacit yang membudaya (culture
tacit), tacit organisasi (organizational tacit) dan asset peraturan (regulatory assests). Sekarang
ini, asset terpenting dari suatu industri adalah knowledge, apalagi suatu lembaga pendidikan dan
lembaga penelitian. Menurut Nonaka dan Takeuchi (1995) keberhasilan perusahaan Jepang
ditentukan oleh keterampilan dan kepakaran mereka dalam penciptaan knowledge organisasinya
( organizational knowledge creation).
Berhubung organisasi adalah jaringan dari keputusan para perumus kebijakan dan pengambil
keputusan, oleh karena itu perlu dikelola agar menjadi efektif keputusannya dan terintegrasi
serta terpahaminya dampak dari keputusan tersebut. Karena keputusan merupakan hasil dari
commitment terhadap tindakan, maka keputusan juga memfasilitasi tindakan dengan
mendefinisikan dan mengkolaborasikan maksud dan tujuan serta mengalokasikan sumberdaya.
Tindakan dan maksud organisasi berinteraksi dengan berbagai macam elemen lingkungan
tersebut membutuhkan waktu yang lama, sedangkan pengambil keputusan menghadapi
kompleksitas dan ketidakpastian yang besar sekali untuk memahami isu yang ada,
mengidentifikasi alternatif yang sesuai, mengetahui outcome dan menjelaskan serta menentukan
keinginannya. Oleh karena itu, keputusan yang rasional memerlukan informasi di atas
kemampuan organisasi dalam mengumpulkan informasi dan memprosesnya di atas kapasitas
manusia untuk melakukannya.
Untuk mencapai budaya institusi yang inovatif, maka upaya membangun knowledge sharing
(berbagi knowledge) perlu dilakukan. Keuntungan dari orang yang berbagi knowledge adalah
mereka mampu merespon kesempatan secara cepat sehingga inovasi dapat diciptakan dan bukan
bersifat reinventing the wheel, agar mencapai sukses di dunia bisnis secara cepat dan biaya
murah.
Pada kajian ini diharapkan ke empat fungsi tersebut di atas dapat diimplementasikan di
organisasi dengan suatu kondisi tertentu dan fasilitas yang memadai untuk membangun
organisasi berbasis pengetahuan.

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.